Google
 

Kecerdasan S E P I A


Sebuah konsep baru tentang bagaimana kita memahami pola kecerdasan pikiran kita, yang akan membantu kita mencapai tingkat kesuksesan dan kebahagiaan. Sebenarnya kalu mau beli bukunya juga sudah banyak beredar di toko-toko buku semisal gramedia, harganya mungkin sekitar 35 ribu rupiah. Sedangkan di bawah ini adalah garis besarnya saja bagi anda yang haus akan motivasi dan sudah tidak dapat menahannya lebih lama, walau hanya sekedar menunggu bukunya terkirim atau terbeli. Dan tentunya bagi kalian penghobi ilmu GRATISAN, jangan kuatir baca saja sepuasnya.

Kecerdasan SEPIA ini merupakan kelanjutan posting sebelumnya yang sempat menyinggung nama SEPIA, adalah singkatan dari kecerdasan Spiritual, Emosi, Power, Intelektual, dan Aspirasi. Namun dalam penjelasannya tidak urut sesuai singkatannya karena itu hanya untuk mempermudah mengingatnya saja, artikel ini mencoba menggambarkan semua kercerdasan tersebut secara runut berdasarkan hal ihwal munculnya konsep-konsep dasar pemikiran manusia. Semoga bermanfaat.


Aspiration Intelligence

Awalnya adalah karunia kesadaran diri. Manusia mampu menyadari keberadaan dirinya di dunia ini. Dengan kesadaran diri inilah manusia dapat mendeteksi kebutuhan-kebutuhannya dan keinginan-keinginannya. Manusia butuh makan, ingin hidup enak, ingin menikmati alam, ingin mencipta, ingin meraih sesuatu, ingin memiliki makna hidup. Kesadaran diri akhirnya menggerakkan karunia kecerdasan pertama, yaitu kemampuan manusia untuk bermimpi, membuat tujuan, dan cita-cita. Manusia mampu beraspirasi. Inilah kecerdasan aspirasi (Aspiration Intelligence), kecerdasan membuat cita-cita.

Penelitian perbandingan antara para orang sukses terhadap orang-orang biasa menunjukkan bahwa kecerdasan aspirasi ini menjadi salah satu perbedaan yang sangat menonjol. Kebanyakan orang tidak berani berpikir dan bermimpi besar. Itulah mengapa kebanyakan orang tidak mencapai prestasi yang besar, karena… memang tidak pernah memimpikan prestasi yang besar!

Penelitian terhadap orang-orang yang bahagia pun menunjukkan bahwa mereka secara sadar mempunyai keinginan untuk menjadi bahagia, dan berusaha meraihnya. Jadi mereka menjadikan bahagia sebagai salah satu tujuan dalam hidupnya.

Dalam perjalanan meraih cita-cita manusia kemudian sadar bahwa meraih cita-cita atau sukses sangat berbeda dengan bahagia.


Spiritual Intelligence

Ternyata setelah disadari oleh manusia, bahagia sebagai sebuah perasaan subyektif lebih banyak ditentukan dengan rasa bermakna. Rasa bermakna bagi manusia lain, bagi alam, dan terutama bagi kekuatan besar yang disadari manusia : Tuhan. Manusia mencari makna, inilah penjelasan mengapa dalam dalam keadaan pedih dan sengsara sebagian manusia masih tetap dapat tersenyum. Karena bahagia tercipta dari rasa bermakna, dan ini tidak identik dengan mencapai cita-cita.

Kesadaran tentang penyebab rasa bahagia ini menggerakkan karunia kecerdasan kedua, kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence). Ini adalah kecerdasan manusia dalam memberi makna. Manusia yang memiliki taraf kecerdasan spiritual tinggi mampu menjadi lebih bahagia dan menjalani hidup dibandigkan mereka yang taraf kecerdasan spiritualnya rendah. Dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak diharapkan, kecerdasan spiritual mampu menuntun manusia untuk menemukan makna.

Kecerdasan spiritual bukanlah agama (religi). Terlepas dari agama, manusia dapat memberi makna melalui berbagai macam keyakinan. Ada yang merasa hidupnya bermakna dengan menyelamatkan anjing laut. Ada yang merasa bermakna dengan membuat lukisan indah. Bahkan ada yang merasa mendapatkan makna hidup dengan menempuh bahaya bersusah payah mendaki puncak tertinggi Everest di pegunungan Himalaya.

Karena manusia dapat merasa memiliki makna dari berbagai hal, agama (religi) mengarahkan manusia untuk mencari makna dengan pandangan yang lebih jauh. Bermakna di hadapan Tuhan. Inilah makna sejati yang diarahkan oleh agama, karena sumber makna selain Tuhan tidaklah kekal.

Ada kesan yang salah bahwa para orang sukses bukanlah orang yang relijius. Hal ini disebabkan pemberitaan tentang para koruptor, penipu, konglomerat rakus, yang memiliki kekayaan dengan jalan tidak halal. Karena orang-orang jahat ini 'tampak' kaya, maka sebagian publik mendapat gambaran bahwa orang kaya adalah orang jahat dan rakus, para penindas orang miskin. Sebenarnya sama saja, banyak orang miskin yang juga jahat dan rakus. Jahat dan rakus tidak ada hubungan dengan kaya atau miskin. Para orang sukses sejati, yang mendapatkan kekayaan dengan jalan halal, ternyata banyak yang sangat relijius. Mereka menyumbangkan hartanya di jalan amal. Mereka mendirikan rumah sakit, panti asuhan, riset kanker, dan berbagai yayasan amal. Dan kebanyakan dari mereka menghindari publikasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa para orang sukses sejati menyumbangkan minimal 10 persen dari pendapatan kotor untuk kegiatan amal, bahkan saat dulu mereka masih miskin. Mereka menyadari bahwa kekayaan mereka hanyalah titipan dari Tuhan, 'silent partner' mereka.

Akhirnya melalui kecerdasan spiritual manusia mampu menciptakan makna untuk tujuan-tujuannya. Hasil dari kecerdasan aspirasi yang berupa cita-cita diberi makna oleh kecerdasan spiritual. Melalui kecerdasan spiritual pula manusia mampu tetap bahagia dalam perjalanan menuju teraihnya cita-cita. Kunci bahagia adalah Kecerdasan Spiritual.



Intellectual Intelligence

Didorong keinginan untuk meraih cita-cita manusia menggunakan kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan proses mewujudkan, proses penciptaan. Inilah karunia kecerdasan intelektual (Intellectual Intelligence), yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan manusia untuk belajar dan menciptakan sesuatu.

Sebagian orang menyebutnya sebagai bakat. Memang setiap orang dikaruniai kelebihan berbeda-beda dalam kecerdasan intelektual ini. Yang kuat matematika seperti Einstein lebih mudah untuk memahami persoalan matematika, memecahkan persoalan, bahkan mendefinisikan problem matematika. Di lain sisi, seorang Michael Jordan adalah orang yang memiliki bakat di bidang olahraga basket. Dia dengan mudah menguasai suatu permainan basket (kemampuan belajar) dan bisa tampil di pertandingan dengan luar biasa (kemampuan penciptaan). Michael Jordan memiliki kecerdasan intelektual yang berbeda dengan Einstein. Para orang sukses dengan jelas terlihat sebagai pembelajar yang baik. Mereka belajar dan terus belajar. Karena mereka percaya bahwa Tuhan Maha Adil, maka mereka pun yakin bahwa bakat unik yang dikaruniakan kepada mereka akan mampu digunakan untuk meraih sukses.

Kalau memang benar bahwa manusia diberi potensi sama untuk meraih sukses, mengapa sebagian orang berhasil mewujudkan cita-citanya sementara sebagian lainnya tidak? Ternyata dalam proses mewujudkan cita-cita tersebut kemampuan penciptaan perlu memperhatikan faktor lain selain bakat : emosi.



Emotional Intelligence

Studi menunjukkan bahwa peran emosi dalam meraih tujuan ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan bakat. Akhirnya disadari ada hal lainnya, kecerdasan emosi (Emotional Intelligence), yaitu kemampuan manusia untuk mendeteksi dan mengelola emosi baik di dalam dirinya maupun di dalam diri orang lain.

Studi terhadap para orang sukses menunjukkan ciri yang sama : kontrol diri kuat. Mereka mengenali emosi diri dan sanggup mengendalikannya. Mereka melawan emosi takut, cemas, terburu-buru, berfoya-foya, rendah diri, untuk akhirnya menang menjadi pribadi yang berani, ulet, sabar, sederhana, dan berjiwa merdeka. Mereka mampu pula mengenali emosi orang lain, sehingga dapat membawakan diri dengan baik terhadap orang lain, mampu bekerjasama, dan peka untuk saling menolong.



Power Intelligence

Dan akhirnya manusia menyadari adanya kecerdasan kelima yaitu kecerdasan kekuatan (Power Intelligence). Ini adalah kecerdasan manusia dalam mengenali dan mengelola kekuatan baik dalam dirinya maupun di luar dirinya.

Kecerdasan kekuatan ini menentukan seberapa efektif dan efisien seseorang dalam usaha mencapai tujuannya. Secara intuitif manusia tahu bahwa dengan menggunakan alat bantu dia dapat bekerja lebih efisien. Manusia memanfaatkan pecahan batu untuk dijadikan pisau. Dengannya manusia bisa berburu lebih efisien dan efektif. Manusia juga mengetahui bahwa bekerja sama dengan manusia lain dapat membuat pekerjaan lebih mudah. Manusia menggabungkan kekuatan bakat, menyusun strategi, bekerja sama, membuat alat, bahkan bermimpi (membuat tujuan) bersama. Semua ini adalah tanda bahwa manusia dikaruniai kecerdasan dalam mengelola berbagai kekuatan.

Sebagian orang lebih cerdas kekuatan dibandingkan sebagian yang lain. Hal ini menjelaskan fenomena mengapa sebagian orang lebih cepat meraih sukses dibandingkan sebagian yang lain. Mereka yang cerdas kekuatan tidak sekedar mengandalkan kekuatan dirinya namun dengan cerdas mengelola pula kekuatan di luar dirinya. Kekuatan alam, kekuatan manusia, kekuatan binatang, dan juga instrumen-instrumen abstrak yang diciptakan manusia melalui kesepakatan seperti uang dan hukum. Kekuatan-kekuatan inilah yang dengan cerdas dikelola oleh para orang sukses untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.



Karakter dan Kompetensi

Kelima kecerdasan SEPIA menggambarkan dua hal penting dalam diri manusia, yaitu karakter (Character) dan kemampuan / kompetensi (Competence).

Karakter adalah hal-hal yang berhubungan dengan sikap manusia. Di masa dahulu, karakter dianggap sebagai ukuran terpenting manusia. Karena itu dalam cerita-cerita jaman dahulu ditekankan tentang sikap ksatria, kejujuran, keuletan, kesabaran, dan semacamnya. Sedikit berbeda di awal abad-20, yaitu di jaman industri, kemampuan (kompetensi) menjadi ukuran penting. Kompetensi, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan, menjadi penting karena industrialisasi menuntut kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Karena pada saat itu manusia mampu menciptakan sistem-sistem yang jauh lebih baik (mesin, sistem upah, sistem hukuman, dsb) maka karakter menjadi bidang yang agak terabaikan. Pada masa ini ukuran keberhasilan manusia diyakini dapat dilihat dari level IQ (Intelligence Quotient) yang lebih menggambarkan potensi kompetensi manusia.

Pandangan terhadap manusia kembali seimbang di akhir abad-20 dengan banyaknya temuan penelitian tentang peran karakter bagi sukses seseorang. Di akhir abad-20 kembali ramai wacana EQ (Emotional Quotient), AQ (Adversity Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Yang belum banyak dibahas adalah adanya kecerdasan pengelolaan-kekuatan (Power Intelligence) dan kecerdasan aspirasi (Aspiration Intelligence) yang bersama dengan model SEPIA merupakan kontribusi inti dari buku ini.

Saat ini karakter dan kompetensi dipandang sama penting. Seseorang ketika melamar pekerjaan misalnya, akan diuji baik kompetensinya maupun karakternya. Mereka yang diyakini akan berhasil dalam pekerjaan biasanya memiliki kemampuan yang diperlukan (kompetensi) maupun karakter yang disyaratkan seperti jujur, tekun, sabar, hormat, dan sebagainya. Seorang yang mempunyai keahlian sangat tinggi namun diragukan karakternya dapat menjadi berbahaya. Dia mungkin pintar, tapi bisa saja tidak bertanggungjawab, korupsi, menipu, membuat suasana kerja tidak nyaman, dan sebagainya. Sebaliknya, seseorang yang hanya memiliki karakter namun tanpa kompetensi juga tidak berguna, karena tidak dapat menciptakan nilai. Boleh saja dia jujur, tekun, hormat, tapi bila tidak memiliki pendidikan dan keahlian yang diperlukan akan menyebabkan banyak kesalahan, tidak efisien, tidak efektif, dan bahkan dapat membahayakan karena kesalahan kerja. Menggunakan orang dengan karakter baik tapi tanpa kompetensi sama berbahayanya dengan orang kompeten yang tidak berkarakter.

Karakter dan kompetensi ibarat malam dan siang, ibarat yin dan yang. Keduanya perlu ada bersamaan, saling mempengaruhi, dan seimbang. Tanpa salah satunya manusia menjadi pincang. Konsep kecerdasan SEPIA merupakan paradigma (cara pandang) baru pengembangan karakter-kompetensi, yang selaras dengan konsep psikologi Teori Kelompok Faktor (Group Factors Theory). Paradigma SEPIA ini memberi perubahan besar dan mendasar dalam memahami, mengembangkan, dan memanfaatkan kecerdasan manusia. Hasil akhirnya adalah perubahan dalam sistem pendidikan, sistem rekrutmen, sistem evaluasi, dan cara bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

"Jika anda menginginkan perubahan kecil, garaplah perilaku Anda. Jika anda menginginkan perubahan besar dan mendasar, garaplah paradigma Anda."

Stephen R Covey




Matahari SEPIA

Agar mampu untuk sukses dan bahagia, manusia memerlukan pengembangan kelima kecerdasannya. Sukses disini dalam arti yang luas, menyangkut finansial, bisnis, karir, keluarga, kesehatan, pengembangan diri, kebahagiaan, dan semua tujuan yang berharga bagi manusia. Kelima kecerdasan ini merupakan refleksi dari karakter dan kompetensi. Kecerdasan aspirasi (Aspiration), spiritual (Spiritual) dan emosional (Emotional) mewakili karakter (Character). Sedangkan kecerdasan intelektual (Intelectual) dan pengelolaan-kekuatan (Power) mewakili kompetensi (Competence). Hubungan keseluruhan kecerdasan tersebut digambarkan dengan baik melalui Matahari SEPIA.



Matahari SEPIA

Di tengah bulatan matahari adalah keseimbangan karakter dan kompetensi yang dilambangkan dengan C-C (Character-Competence) dalam bentuk lingkaran Yin-Yang. Kekuatan karakter terpancar melalui tiga kecerdasan yaitu aspirasi (A), spiritual (S), dan emosi (E). Sedangkan kekuatan kompetensi terpancar melalui dua kecerdasan yaitu intelektual (I) dan pengelolaan-kekuatan (P).

Keseimbangan

Alam diciptakan dalam keseimbangan. Demikian pula kecerdasan manusia perlu dikelola secara seimbang. Mengelola hanya kemampuan intelektual saja tidaklah seimbang. Demikian pula bila hanya fokus pada nilai spiritual, tidak juga seimbang. Keseluruhan kecerdasan SEPIA perlu dikelola, dikembangkan, dan dimanfaatkan secara seimbang. Menjadi selaras dan seimbang adalah kunci menuju bahagia dan sukses.

Baca Artikel Yang Lain



Anonymous said...

aku suka lagunya lo...

sheila on tuju khan??

Anonymous said...

Spiritual, Emosi, Power,Tinktank, Intelektual, dan Aspirasi kecerdasan SEPTIA..hehehe, motivasinya real bro..bikin blog, masukkan artikel bahasa inggris minim 20 (kopi paste gpp asal dicantumin sumbernya, legal kata temenku yang wartawan lho), blogwalking sampe traffic min 100, daftar adsense, sebar adsense ads di seluruh blogmu...1%keberuntungan 99% kerja cerdas..hehehe

-- said...

Wah kebetulan banget... kemarin baru liat nih buku tapi belum sempat beli...
Hmmm Komplit deh...
Thx ya...
SALAM SUKSES!!!

Titus Permadi said...

Garis besarnya bagus, bukunya sudah terbitkah?

admin said...

Bukunya sudah terbit kok Pak, lha itu mbak Hellen komen di atas udah liat bukunya. Coba deh hunting di Gramedia atau Togamas... Terima kasih.